Hijrah Ke bank Syariah



Seperti orang ramai, ketika remaja kita akan diperkenalkan orangtua untuk membuka rekening tabungan. Ramainya yang mereka kenalkan pertama kali ialah bank konvensional yang telah mereka gunakan bertahun-tahun dan percayai. Begitu pula yang saya alami.

Saya seorang remaja yang clueless tentang perbankan masa itu. Tahunya punya tabungan tu ya di bank konvensional, ada Mandiri, BNI, BRI, dll. Yang saya pahamkan masa tu setiap orang mesti punya satu rekening bank untuk menabung, membayar, mentransfer, dan menerima uang. Tak kisah apa banknya.

Beberapa waktu lalu, setelah bertahun-tahun menggunakan bank konvensional, saya mulai tertanya-tanya. Kenapa kawan saya si A guna bank X sedangkan kawan saya si B guna bank Y? Kenapa ada orang punya rekening bank sampai banyak sedangkan saya satu saja sudah merasa cukup? Saya pun kemudian membuat survei kecil-kecilan dan menanyai beberapa kawan.

Ada yang menjawab karena diarahkan orangtua dulu ke bank tersebut (clueless juga la tu), bank itu lah yang dekat dengan rumah, ada yang karena pekerjaannya menuntut pembayaran gaji lewat bank tersebut, ada pula yang memang aktif membandingkan antarbank dan merasa memilih bank tersebut karena terbaik dari segi rendahnya saldo minimum di rekening, potongan administrasi per bulan, hingga bunga yang kompetitif.

Pembelajaran saya tentang perbankan ini pun berlanjut. Telat memang, tapi saya ingin yakinkan atas apa yang saya gunakan dalam kehidupan saya. Jadi saya harus yakin bahwa sememangnya bank saya saat ini pilihan saya, terbaik menurut saya. Dari sini lah saya mula mengenal bank syariah. Sebuah bank yang asing bagi saya pada masa tu.

Saya menghabiskan beberapa pekan untuk mempelajari tentang bank syariah ini. Mulai dari apa itu bank syariah, kenapa sebagai muslim perlu meninggalkan bank konvensional, bank syariah apa saja yang ada, bank syariah mana yang paling syariah, serta seperti apa sistemnya yang asli sebenar syariah.

Jadi alasan utama saya condong untuk hijrah ke bank syariah adalah faktor riba dari bank konvensional. Sebagai orang yang belum pernah pinjam ke bank atau menggunakan kartu kredit, saya kira saya tak pernah kecipratan riba. Saya baru sadar ketika saya update aplikasi mobile banking bank konvensional lama saya. Ternampak lah di situ ternyata ada riba juga di akun tabungan bank konvensional saya tu. Yang selama ini tidak saya sadari dan tidak perhatikan, karena merasa saya tidak terima bunga pun, tak kan la ada riba. Boy, I was wrong.

Beberapa Konsep Tentang Bank Syariah yang Perlu Kita Pahami


Pertama, untuk jenis tabungan di bank syariah secara umum digunakan ialah akad Wadiah dan akad Mudharabah. Akad Wadiah ni sejatinya berarti titipan murni dari satu pihak ke pihak lainnya. Jika seorang nasabah membuka tabungan di bank syariah dengan akad Wadiah, maka nasabah tersebut sebenarnya menitipkan atau menyimpan sejumlah uang ke bank tersebut dan uang tersebut bisa diambil kapanpun oleh nasabah.

Seiring perkembangannya, akad Wadiah di bank syariah kemudian berkembang menjadi akad Wadiah Yad Al-Amanah dan akad Wadiah Yad Adh-Dhamanah. Pada akad Wadiah Yad Al-Amanah uang titipan nasabah (pihak penitip) tidak boleh dimanfaatkan pihak bank (pihak yang dititipi). Pihak yang dititipi tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan titipan tersebut. Segala jenis kerusakan, kehilangan, perawatan dan sebagainya sepenuhnya tanggung jawab penitip/pemilik barang.

Sedangkan pada Wadiah Yad Adh-Dhamanah, uang titipan nasabah boleh dimanfaatkan oleh pihak bank, sehingga pihak bank bertanggung jawab penuh dan menjamin atas keutuhan harta milik nasabah. Bila dari pemanfaatan harta tersebut memperoleh keuntungan maka keuntungan tersebut sepenuhnya menjadi milik bank (pihak yang dititipi). Pemilik uang atau nasabah tidak memiliki hak atas keuntungan pengelolaan dananya tersebut. Namun umumnya, pihak bank akan memberikan bonus sukarela kepada nasabah. Bonus inilah yang secara hukum islam masih halal dan diperbolehkan.

Apa bedanya dengan akad Mudharabah? Dalam akad Mudharabah uang yang disimpan di bank syariah tersebut statusnya sebagai investasi. Nasabah berperan sebagai pemilik modal. Sehingga memiliki hak untuk mendapatkan nisbah (bagi hasil atau keuntungan) dari uangnya yang dimanfaatkan/dikelola bank syariah tersebut.

Kedua, bank saat ini sudah tidak murni tempat menitipkan atau menyimpan uang agar aman sebagaimana sejarah munculnya bank dahulu. Bank sudah menjadi badan usaha. Sehingga selain memegang uang yang kita titipkan, ia juga perlu untuk menggunakannya sebagai modal pendanaan suatu bisnis yang menguntungkan. Keuntungan dari bisnis tersebut akan menjadi modal usaha bank di kemudian hari. Sehingga ia bisa membantu nasabah yang kekurangan modal usaha maupun jual-beli rumah, mobil, dan sebagainya secara cicilan kepada nasabah.

Oleh karena itu akad wadiah pada bank syariah belum ada yang murni lagi seperti prinsip aslinya, yakni Wadiah Yad Al-Amanah. Maksudnya adalah amanah dalam membantu pihak penitip (nasabah), dan pihak yang dititipi (bank) posisinya sebagai pihak penolong. Sehingga uang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan pihak bank dan bank tidak menjamin keutuhan uang nasabah yang dititipkan. Tapi tentu anda akan sangat ragu menitipkan uang anda jika tidak ada jaminan uang anda aman dan utuh kan?

Akad Wadiah di bank syariah saat ini umumnya adalah akad Wadiah Adh-Dhamanah yang pada prinsipnya menjadi seperti prinsip pinjam-meminjam (qard). Oleh karena itu tidak boleh ada pertambahan nilai ke nasabah karena telah meminjamkan uangnya ke bank. Pertambahan nilai inilah yang riba. Ibarat anda meminjamkan uang 50 ribu ke kawan tapi teman anda harus mengembalikan 60 ribu, misalnya. Pertambahan nilai 10 ribu tersebut lah ribanya.

Dalam akad Wadiah Yad Adh-Dhamanah, anda tidak memiliki hak untuk pertambahan nilai. Namun pihak bank boleh secara sukarela bila mendapatkan untung dari usahanya untuk memberikan anda bonus atau hadiah, tapi bukan karena sejumlah uang yang anda pinjamkan kepada bank syariah tersebut melainkan karena bank syariah tersebut mendapatkan keuntungan dari usahanya. Jika tidak untung, maka bank syariah tidak wajib memberikan bonus tersebut.

Sebagai orang awam yang tidak dikenalkan sama sekali tentang bank syariah, istilah dan sistem perbankan syariah bagi saya memerlukan waktu yang cukup lama untuk dipahami. Apalagi jika melihat komentar-komentar netizen yang nyinyir tentang bank syariah, sekilas seakan-akan tidak ada bedanya dengan bank konvensional. Perlu beberapa kali saya ulang-ulang ceramah beberapa ustadz tentang bank syariah dan riba untuk saya akhirnya paham letak perbedaannya.

Pilihan Bank Syariah Saya


Setelah hati mantap dan yakin untuk hijrah ke bank syariah saya mulai menelusuri pilihan bank syariah yang ada di Indonesia. Ada Bank Muamalat, Bank Mandiri Syariah, Bank BNI Syariah, Bank BRI Syariah, dan sebagainya.

Dari pilihan yang ada, tiga nama menjadi pertimbangan utama saya, yakni Bank Muamalat, Bank Mandiri Syariah, dan Bank BNI Syariah. Bank Muamalat dan Bank Mandiri Syariah masuk pertimbangan karena memang saya pernah lihat kantor banknya di kota saya dan familiar. Tentu saya ingin bank yang mudah diakses. Sedangkan bank BNI Syariah meskipun belum pernah lihat kantornya, tapi dari penelusuran saya ternyata untuk mengurus apa-apa bisa melalui bank BNI konvensional. Jelas ini ada di kota saya juga.

Setelah menimbang dari informasi yang ditampilkan di situs resmi masing-masing bank syariah, memantau akun media sosial, serta membaca beberapa artikel tentang masing-masing bank, menurut saya yang sejalan dengan yang saya pahami dan memudahkan untuk saya, ialah bank BNI Syariah. Alasannya sebagai berikut.

  1. Ketua dewan bank BNI Syariah hadir untuk berdiskusi dengan Ustadz Erwandi Tarmizi untuk menjelaskan tentang bank yang dipimpinnya apakah sudah syar'i. Beliau menjamin bahwa sumber modal dananya terpisah dari bank konvensional sehingga tidak tercampur dengan yang riba. (Referensinya di akhir tulisan ini)
  2. Ustadz Abdul Somad juga pernah mengisi kajian di bank BNI Syariah dan memberi kesan positif kepada saya. Tidak ada keraguan bahwa BNI Syariah ini masih jauh dari syar'i.
  3. Kesan yang ditampilkan bank BNI Syariah dari situs dan media sosialnya ke anak muda, mudah dipahami, dan dekat dengan saya. Ketika saya DM di Instagram dan Twitter pun responnya cukup cepat, tidak kaku, dan mudah dipahami.
  4. Menggunakan teknologi yang sama dengan bank BNI konvensional. Ini memudahkan banget untuk transaksi dan transfer, karena transfer ke bank BNI konvensional (yang banyak banget nasabahnya) tidak kena biaya admin, bisa membayar dengan mesin EDC BNI di berbagai supermarket, dan bisa tarik tunai di ATM BNI konvensional. Itu semua tanpa potongan admin.
  5. Untuk Tabungan Wadiahnya menurut saya sudah cukup dan aman karena saldo minimal hanya 20 ribu, tidak ada potongan biaya admin bulanan, dan tidak ada pertambahan nilai.
  6. Masih ada fitur MasterCard. Meskipun tidak sering digunakan, tapi ini membantu sekali dalam beberapa transaksi saya.

Pengalaman Saya Menggunakan BNI Syariah






Setelah kurang lebih menggunakan BNI Syariah selama 3 bulan, saya belum ada merasa kehilangan satu fitur pun dari bank konvensional lama saya. Transaksi di supermarket lancar, di marketplace lancar, beli tiket pesawat lancar, bisa menggunakan VCN, dan membayar menggunakan Virtual Account. Justru saya tambah tenang karena tidak ada potongan biaya admin bulanan. Selain itu minimal saldo yang 20 ribu itu membantu banget. Selama ini bank konvensional lama saya memiliki saldo minimum 100 ribu. Kalau saldo sisa 150 ribu di akhir bulan eh kepotong biaya admin, jadi tidak bisa tarik 50 ribunya.

Terlepas dari itu semua, perlu kita pahami dan maklumi bersama bahwa saat ini belum ada bank syariah yang murni syariah, baik dari layanan tabungan, permodalan, maupun jual-beli. Masih banyak yang menerapkan denda keterlambatan. Adanya saat ini ialah bank syariah yang paling mendekati syariah. Karena tentu saja, bila bank syariah murni syariah dan berkembang pesat, para petinggi bank konvensional Indonesia dan dunia gonjang-ganjing tidak senang. Tapi insyaaAllah perjuangan para bank syariah ke murni syariah tidak berhenti dan mendapat pertolongan Allah, aamiin.

Ketahui Pantang-Larang Kita

Ibarat membeli makanan, kalau kita tahu apa pantang-larang makanan kita tentu kita akan bilang ke penjualnya agar makanan kita misalnya tidak pakai susu, garam, sambal, udang, dan sebagainya. Kita tahu yang kita butuhkan dan sesuai dengan kondisi kita (syariat islam), kita sampaikan ke banknya saya tidak mau ada ini, ini, dan ini. Kalau banknya tidak mau, ya sudah cari bank lain. Tapi biasanya bank akan mau, karena mereka ibarat pedagang, ada yang lebih mementingkan memiliki pelanggan daripada prosedur produk yang saklek lalu kehilangan pelanggan.

Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk kita aktif mempelajari tentang perbankan syariah, riba, dan turunannya. Agar kita tahu pantang-larang islam dalam bermuamalah dan perbankan ini gimana sih. Sehingga ketika ada yang menawarkan sesuatu, kita bisa memfilter apakah itu sesuai dengan pantang-larang kita dan tidak terima-terima saja yang berujung pada pedihnya api neraka karena ketidaktahuan dan ketidak-ingin-tahuan kita.

Kalau kata ustadz Abdul Somad, kalau orang muslimnya saja anti bank syariah padahal negara ini mayoritasnya muslim, bagaimana bank syariah mau berkembang dan maju? Jumlah nasabahnya masih kalah dengan nasabah bank konvensional. Maka bank konvensional itulah yang terus subur dan hidup di negeri ini. Padahal dengan sistem yang ditawarkan bank syariah, bagi orang yang paham letak baiknya sistem syariah ini, bahkan yang non muslim pun banyak yang memilih buka rekening syariah.

Dalam tulisan ini saya tidak bermaksud membagus-baguskan salah satu bank syariah maupun menjelekkan bank syariah yang lain. Namun itulah proses dan pertimbangan saya, sehingga saya merasa cocok dengan pilihan saya. Tidak ada jaminan yang saya pilih akan tetap bagus begitu pula yang tidak terpilih tidak ada jaminan dikemudian hari tidak akan menjadi pilihan saya. Yang saya harapkan dari tulisan ini, lebih banyak orang yang aware dan mau hijrah ke bank syariah. Agar bank syariah di Indonesia lebih maju, punya taring, punya nilai tawar jika berhadapan dengan bank konvensional. Tidak dianaktirikan.

Bila anda memiliki informasi, pengalaman, atau pertimbangan lain terkait bank syariah yang ada, termasuk BNI Syariah, silakan komentar di bawah ya. Mungkin ada hal-hal yang terlewat saya pelajari, mungkin ada yang lebih baik, mungkin juga bisa membantu pembaca lainnya yang masih bingung dan ragu untuk hijrah ke bank syariah.

Terima kasih, semoga bermanfaat ^^


Beberapa Referensi yang Masih Saya Ingat:
- Memahami Akad Wadiah dan Perbankan Syariah
- Apakah Transaksi di Bank Syariah Sudah Sesuai Syariat?
- Keluarga dan Ekonomi Ummat
- Bank Syariah Sama Saja Dengan Bank Konvensional, Benarkah?

How do we remove /? M=1 from Blogspot blog? The best answer.