Waspadai Bumerang Media Sosial
Seiring perkembangan zaman, teknologi di bidang informasi dan sosial telah berkembang dengan sangat pesat melebihi apa yang dibayangkan. Kini dengan mudahnya informasi bertukar tempat dari pihak yang satu ke pihak yang lain tanpa dibatasi masalah waktu, jumlah informasi, jarak, maupun batas-batas negara. Semua berawal dari muncul dan berkembangnya sebuah sistem online yang disebut internet dimana si pengguna dapat bertukar informasi secara real time dan mudah.
Di satu sisi, berbagai pihak di dunia, mungkin termasuk diri kita, internet telah banyak membantu dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Bahkan kini telah menjadi kebutuhan primer bagi sebagian kalangan. Sehingga, bila tidak sedang online mereka merasa ada kebutuhan yang tidak terpenuhi. Salah satu teknologi online yang sangat populer di lingkungan masyrakat dunia saat ini adalah social media atau jejaring sosial. Nama-nama yang telah tak asing lagi di telinga masyarakat dunia seperti Facebook, Twitter, Blogger, Wordpress, Foursquare, BlackBerry Messenger dan sebagainya telah menempati urutan pertama dari situs yang paling sering dikunjungi oleh masyarakat dunia.
Fenomena ledakan penggunaan media sosial, khususnya jejaring sosial, di masyarakat Indonesia bahkan menjadikan Indonesia disebut-sebut sebagai negara dengan pengguna Twitter terbanyak. Setelah sebelumnya Friendster, kemudian Facebook, kini Twitter menjadi sosial media yang paling digandrungi di Indonesia. Tampilan sederhana dan mudahnya untuk memberikan informasi kepada publik baik berupa privasi maupun foto telah menjadikan sebagian besar masyarakat Indonesia ‘kecanduan’ dengan jejaring sosial besutan Jock Dorsey ini. Tidak hanya itu. Kurangnya kemampuan mengendalikan diri dan menyaring baik buruknya media sosial telah sukses menyebabkan berbagai masalah dalam kehidupan masyarakat, seperti pencemaran nama baik, pemberian informasi yang bersifat privasi secara sengaja maupun tidak, tindak kriminalitas, bahkan dapat menjadikan seseorang keasyikan dengan dunia mayanya dan menelantarkan kehidupan nyatanya.
Sosial media seperti Facebook dan lainnya dapat menggunakan data-data palsu sebagai informasi penggunanya. Lalu, ucapan-ucapan dan perilaku di media sosial bisa dikondisikan si pemilik akun untuk kepentingan yang tidak bertanggung jawab. Sehingga, kasus penipuan bahkan penculikan yang bisa berujung human trafficing ini sangat mudah terjadi pada berbagai media sosial.
Dalam menggunakan media sosial seperti Facebook dan Twitter, hendaknya kita bijak dalam penggunaan diksi dalam menginformasikan sesuatu untuk mencegah terjadinya pencemaran nama baik maupun tindakan kriminal atas hal privasi yang kita bagikan. Selain itu, pengunggahan foto-foto pribadi juga lah sebaiknya diperhatikan sesuai etika dan norma yang berlaku. Foto-foto yang diunggah ke media sosial bersifat public sehingga dapat dilihat oleh semua orang. Foto yang dianggap lucu dan menarik bagi kita belum tentu ditanggapi serupa oleh orang yang melihatnya. Citra sang pemilik pun bisa jatuh karena tidak memperhatikan etika dan moral dalam mengunggah foto.
Fenomena-fenomena ini telah dalam dunia kerja mulai sangat diperhatikan. Banyak perusahaan telah mulai peduli dengan latar belakang dan kemampuan sosialisasi para pekerjanya di dunia maya. Misalnya pada perusahaan yang membutuhkan tenaga ahli di bidang komunikasi dan public relationship, mereka dapat meninjau kemampuan komunikasi calon pekerja melalui jejaring sosial yang mereka miliki. Selain itu, secara rahasia, perusahaan-perusahaan tersebut dapat menggunakan jasa sebuah lembaga yang dapat menyelidiki segala hal aktivitas si calon pekerja di dunia maya baik dari komentar maupun tulisan lain yang pernah dilontarkan di berbagai media sosial hingga ke hal-hal apa saja yang ia unggah ke media sosial. Perusahaan mulai selektif dalam menerima calon pekerjanya demi menjaga nama baiknya, jadi kita perlu menjaga setiap tulisan kita maupun foto yang kita unggah di media sosial agar tidak menimbulkan masalah kepada diri kita di kemudian hari.
img src : here
PS. Artikel ini, atau bisa dibilang essay ini, adalah tulisanku ketika dalam rangkaian TRANSFORMASI 2012 (Tahapan Regenerasi dan Orientasi Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi). Kakak-kakak yang mengisi kegiatan tersebut meminta kami para maba (mahasiswa baru) untuk menulis essay bertemakan Social Media Disaster. Menurut apa yang saya rasakan, tujuan dari kegiatan ini yakni untuk membuka wawasan kami para maba mengenai sosial media dan dampak negatif dari penggunaanya serta mengenalkan kami dengan dunia baru yang disebut Ilmu Komunikasi. Dari hasil pemeriksaan kakak-kakak tersebut, tulisan ini diberi nilai B, setara dengan 70. Bukannya saya tidak terima dengan hasil karangan yang saya buat hingga tidak tidur ini, namun tidak diberitahukannya saya siapa saja kakak yang tergabung dalam tim penilai tugas kami para maba ini membuat saya penasaran dengan alasan nilai yang saya terima ini. Tujuan saya hanya ingin tahu, dimana dan apa yang salah ataupun kurang dari essay ini. Karena bila saya hanya menerima penilaian ini mentah-mentah saya mungkin tidak akan semakin baik dalam penulisan berikutnya. Apalagi kala itu, kakak pelaksana ada menunjukkan kepada kami para maba, seorang maba putri yang berhasil mendapatkan nilai 100 atas tulisannya. Untuk itu, essay ini saya terbitkan disini sehingga bila ada kakak-kakak dari tim penilai yang membaca, ataupun dari para pembaca ada yang lebih paham tentang penulisan essay yang baik dan benar, dipersilakan untuk tidak sungkan memberikan kritikan maupun saran yang membangun untuk memperbaiki atau menambahkan isi dan sajian dari essay ini melalui kolom komentar dibawah. Tentunya, komentar lainnya pun dipersilakan. Semoga tulisan saya berikutnya dapat lebih baik berkat komentar-komentar tersebut. Terima kasih sudah membaca yaaa :)


Tulis Komentar